Jumat, September 01, 2017

Bijak dan Cerdas Bersama Penderita Pascastroke

(Bagian Pertama; Problematika Penderita Pasca Stroke) “Penderita Pascastroke” adalah istilah yang merujuk pada “Seseorang yang pernah mengalami serangan stroke dan telah memasuki fase pemulihan dengan segala bentuk kelemahan atau kecacatan fisik dan problem psikisnya”. Serangan stroke datangnya tidak bisa di duga, begitu juga jenis dan berat ringannya stroke. Stroke bisa menyerang dengan tanda dan gejala yang sangat samar, misalnya hanya rasa tebal2 di bibir, lidah atau sekitar mulut, atau mendadak lemah separuh tubuh yang dalam beberapa jam pulih kembali. Penderita sering tidak tahu kalau dirinya mengalami serangan stroke. Pada kasus lain stroke bisa muncul dalam serangan yang sangat berat seperti kelumpuhan total atau hilangnya kesadaran sampai koma, bahkan kematian. Setelah serangan stroke dengan masa kritisnya telah lewat, sekitar 2 minggu , penderita stroke akan memasuki masa pemulihan, penderita pascastroke mulai menjalani hari-hari yang baru dengan kelemahan atau kecacatan akibat serangan stroke nya. Pada stroke yang ringan sekali dimana penderita tidak mengalami kelemahan maka penderita pascastroke akan pulih dan memasuki kehidupan sehari hari seperti sediakala. Tetapi hal ini tidak berlaku bagi penderita yang mengalami kelemahan agak berat, dimana keterbatasan kemampuan fungsional akan menjadi kendala. Tingkat kemampuan fungsional penderita pascastroke sangat dipengaruhi oleh faktor usia, status sosial-ekonomi dan tingkat pendidikan penderita. Bila penderita sebelumnya bekerja dengan kondisi fisik yang sehat, maka sekarang keterbatasan fisik akan menjadi faktor yang menentukan apakah penderita pascastroke mampu atau tidak mampu untuk kembali ke pekerjaan dan aktifitas seperti sebelum sakit. Kelemahan fisik dalam konteks menurunnya kekuatan tungkai atas dan tungkai bawah dari salah satu sisi tubuh seharusnya bukan merupakan faktor utama yang membuat penderita untuk berhenti sama sekali dari statusnya sebagai pencari nafkah. Tetapi bila serangan stroke tersebut menimbulkan gejala sisa berupa gangguan bahasa yang berat (afasia), dimana penderita tak mampu dan tak mengerti berbahasa, tak mampu berkomunikasi yang benar dan wajar dengan orang lain maka sudah bisa dipastikan kecil harapan untuk bisa kembali bekerja mencari nafkah. Jadi dalam hal ini kelemahan fisik bukanlah merupakan tolok ukur satu satunya untuk menentukan apakah seorang penderita pascastroke mampu atau tidak kembali ke pekerjaaannya semula dan kembali ke aktifitas sehari hari. Karena masih ada banyak faktor lain yang mempengaruhi. Seperti kemampuan berpikir dan daya ingat, kemampuan berbicara dan berbahasa, kemampuan berimajinasi dan mengambil keputusan. Kemampuan menahan tekanan / stres serta mengatur tingkat emosi penderita, semuanya ikut menjadi faktor yang mempengaruhi terutama pada tahap akhir dari program Rehabilitasi pascastroke. Penderita akan dikembalikan kepada lingkungan keluarga dan masyarakat. Penderita akan menentukan pilihannya berkaitan dengan masa depan diri dan keluarganya. Apakah akan tetap berperan sebagai manusia yang produktif atau cukup hanya tidur dan duduk manis saja di rumah menghabiskan sisa usianya.
Perlu diketahui prinsip dari Rehabilitasi Pascastroke adalah : (1) Penderita bisa mengatasi kelemahan otot pada tungkai bawah dan diharapkan mampu untuk ber-ambulasi (bergerak berpindah tempat), apakah dengan berjalan mandiri, berjalan dengan alat bantu jalan atau hanya mampu dengan bantuan kursi roda. (2) Penderita mampu memfungsikan lengan yang lemah semaksimal mungkin sehingga mampu berguna didalam menjalankan aktifitas motorik seperti merawat diri dan melakukan pekerjaan sehari-hari. Seandainyapun tidak mampu maka akan diusahakan untuk memodifikasi alat alat yang diperlukan agar sesuai dengan kemampuan motorik tangannya, bahkan pada kasus yang berat dimana tangan lumpuh total maka lengan dan tangan yang normal akan dilatih untuk mampu mengakomodasi segala macam tugas atau pekerjaan sehari-hari. (3) Melatih lingkup gerak sendi untuk mencegah kejadian kaku sendi yang memperberat kelemahannya, termasuk melakukan latihan peningkatan kekuatan otot, baik otot pernafasan maupun otot tungkai. (4) Mengatasi kelemahan komunikasi. Penderita perlu menjalani latihan / terapi wicara untuk mengatasi gangguan bicara berupa suara pelo (disartria) atau bahkan gangguan berbahasa baik motorik maupun sensorik (afasia) dengan menggunakan teknik teknik komunikasi non verbal seperti tulisan atau bahasa isyarat. (5) Mengatasi hambatan psikologis, dimana penderita akan mengalami fase depresi akibat kelemahan dan kekurang mampuan akibat efek stroke nya. Penderita sering menjadi apatis atau hilang semangat, cenderung untuk menghindari pergaulan atau malas bersosialisasi, menarik diri dari keluarga atau masyarakat. Penderita juga sering mengalami gangguan rasa cemas yang berlebihan, ketakutan akan serangan ulang, bahkan rasa takut menghadapi kematian. Pada kasus yang berat penderita sering mengalami gangguan susah tidur atau takut tidur,mimpi buruk. Sering muncul juga gambaran rasa curiga yang berlebihan. Perasaan seolah olah ada orang yang akan meracuni atau membunuhnya. Kadang muncul juga rasa cemburu terhadap suami/istrinya, ketakutan bila diabaikan atau ditinggalkan orang orang yang dicintai, juga rasa curiga yang tak rasional akan adanya perselingkuhan dari pasangan hidupnya, kondisi ini dinamakan gejala Paranoid, suatu gangguan kejiwaan yang tergolong cukup berat. Ke lima prinsip diatas pada prakteknya bisa dilakukan dengan menjalankan program Rehabilitasi pascastroke yang benar. Perlu diketahui bahwa penderita pasca stroke tidaklah bisa sembuh hanya dengan minum obat saja. Karena penderita pascastroke sudah tidak memerlukan obat sebanyak pada waktu awal mengalami serangan stroke di rumah sakit. Prinsip utama adalah penderita harus banyak latihan bukan banyak istirahat. Penderita stroke yang di rumah hanya disuruh istirahat saja karena keluarga takut kalau penderita terlalu capek dan bisa kena serangan stroke ulang adalah suatu sikap dan keputusan yang keliru. Hal ini justru akan menyebabkan penderita pascastroke mengalami kebuntuan dan kemandekan dalam berkreatifitas dan hilangnya semangat untuk latihan demi mencapai tingkat kemampuan yang optimal. Penderita akan jatuh kedalam kondisi apatis, suatu kondisi kemunduran yang berat pada kemampuan fisik dan psikisnya. Penderita akan menjadi selalu tergantung pada orang lain dalam menjalankan aktifitas sehari-hari dan menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat. Hal ini merupakan penanganan pasca stroke yang gagal. (Bagian ke Dua : Bijak dan cerdas Bersama Penderita Pascastroke) Lalu bagaimana sebaiknya kita sebagai anggota keluarga menghadapi penderita pascastroke..? Utama kita harus menyadari bahwa penderita pascastroke sedang mengalami cobaan hidup yang berat, dimana suatu serangan mendadak telah merenggut kemampuannya sebagai manusia yang sebelumnya sehat walafiat. Kita juga harus menyadari bahwa penderitaan ini tidak hanya ditanggung oleh sipenderita tetapi juga ditanggung oleh seluruh anggota keluarga. Biaya perawatan dan pengobatan yang besar, belum lagi waktu yang tersita dan kacaunya pengaturan jadwal harian anggota keluarga untuk mengantar penderita berobat atau mengikuti terapi. Kesulitan kesulitan inilah yang hampir selalu dihadapi seluruh anggota keluarga penderita pascastroke. Bila tidak ada komunikasi yang baik dan tidak ada saling pengertian antar anggota keluarga, maka akan sangat mengenaskan situasi yang dihadapi penderita. Penderita akan terlantar dan keluarga bisa berantakan. Pendekatan dari hati kehati dengan penuh pengertian, rasa kasih dan cinta, rasa saling memiliki dan adanya simpati dan empati, juga yang terpenting adalah percaya kepada pertolongan Tuhan YME akan sangat membantu untuk memberikan kekuatan serta semangat seluruh keluarga. Dialog yang terjalin baik antara keluarga, penderita dan dokter yang menangani haruslah terjalin dengan baik. Tidak perlu takut atau malu bahkan menutup nutupi segala kesulitan. Bicarakan dengan sejujurnya segala kesulitan yang dihadapi dengan dokter yang menangani. Sudah merupakan tugas dokter untuk memberikan pertolongan atas segala kesulitan yang dihadapi penderita dan keluarganya. Dokter akan bisa membantu memberikan solusi atas kesulitan yang dihadapi. Dokter yang menangani mempunyai jaringan dengan dokter lain dari berbagai macam disiplin ilmu yang bisa diikutsertakan untuk bersama sama menanganinya. Keluarga dan penderita juga harus bijak dan cerdas dalam mengahadapi beragam informasi yang sering didapat dari saudara, handai taulan maupun media masa yang mengiming imingi suatu kesembuhan dengan cara yang tidak rasional. Entah itu berupa pengobatan alternatif, cara cara mistik, ramuan2 yang aneh aneh, atau suatu terapi dengan menggunakan alat2 yang tidak dibawah pengawasan dokter yang ahli dalam hal penanganan stroke. Harus diingat bahwa serangan stroke adalah serangan yang mengenai otak dengan efek samping pada kelemahan fisik dan psikis. Jadi kita harus hati hati dan bijak bahwa intervensi yang diberikan tidak bisa main main. Bila keliru penanganannya maka penderita akan jatuh dalam kondisi kecacatan yang lebih berat, belum lagi waktu yang terbuang sia sia. Bahkan biaya yang dikeluarkan kadang jadi lebih mahal dibanding pengobatan medis yang lebih rasional. Suatu kesalahan pada awal penderita pascastroke akan sangat sulit untuk diperbaiki lagi. Dalam praktek sehari hari dokter Rehabilitasi Medik sering menerima pasien pascastroke yang sudah terlanjur mengalami kelemahan dan kecacatan berat akibat kesalahan penganganan sejak fase awal dan akan sangat sulit untuk mengatasinya dibanding penderita pascastroke yang sejak awal sudah ditangani dengan program Rehabilitasi pascastroke yang benar. Untuk itu perlu diperhatikan bagi seluruh pembaca terutama yang memiliki anggota keluarga penderita pascastroke untuk jangan segan segan menemui dokter Rehabilitasi Medik untuk mendapatkan program penanganan pascastroke yang baik dan benar. Keluarga dapat menghubungi rumahsakit terdekat yang memiliki dokter spesialis Rehabilitasi Medik untuk segera mungkin dibuatkan program penanganan pascastroke. Program akan dibuat secara individual, karena tidak ada satupun penderita stroke yang sama. Masing masing pasti memiliki problem dan masalah yang spesifik, sehingga penanganannyapun akan disesuaikan dengan kondisi penderita. Rehabilitasi Medik Rumah sakit Kasih Ibu memiliki Tim penanganan penderita pascastroke yang sudah teruji kehandalannya. Banyak penderita pascastroke yang mampu pulih dan mencapai tingkat kesembuhan yang optimal. Kerjasama yang baik telah terjalin antara dokter spesialis Saraf, spesialis Penyakit Dalam, spesialis Rehabilitasi Medik, dokter spesialis terkait lainnya beserta Fisioterapis, Terapis Wicara dan Terapis Okupasi RSKI. Pada kondisi serangan stroke fase awal penderita akan ditangani di Unit Stroke. Proses Rehabilitasi sudah langsung dikerjakan begitu fase kritis terlewati, dan akan berlanjut terus sampai penderita dipulangkan dengan penanganan rehabilitasi Pascastroke dengan program “stroke class” nya. Penanganan fase rawat jalan merupakan inti dari pemulihan, dan fase ini membutuhkan waktu sekitar 1-3 bulan. Penderita pascastroke sebelum mengikuti program akan dinilai kemampuan fungsional dan status mentalnya terlebih dahulu, setelah itu akan dibuatkan program penanganan yang sebelumnya disepakati bersama antara penderita, keluarga dan dokter. Program tidak semata-mata berbentuk latihan di rumah sakit, tetapi juga pemberian nasihat, saran atau edukasi pada penderita tentang latihan yang bisa dikerjakan di rumah. Asesmen tentang kondisi rumah dan lokasi rumah juga akan dilakukan, misalnya bagaimana akses keluar masuk rumah, kondisi lantai, lebar pintu, penataan perabotan rumah dan dapur, bagaimana keadaan WC/toilet, hal ini penting untuk mengakomodasi adanya kelemahan penderita, sehingga diharapkan penderita tidak takut , lebih merasa aman dan nyaman, penderita tidak malas bergerak dan latihan setelah pulang kerumah. Jadi sesuai dengan pernyataan diatas bahwa sangat diperlukan dialog dan kerjasama yang baik antara penderita pascastroke, keluarga dan dokter yang menangani agar penderita bisa telaten, rutin dan bersemangat didalam mengikuti program pemulihan / Rehabilitasi pascastroke.

1 komentar:

  1. Seperti yang dr. Srex jelaskan, mengatasi hambatan psikologis merupakan salah satu kendala yang paling sulit ketika menangani pasien pasca-stroke. Banyak pasien yang langsung down setelah mengalami stroke, apalagi kalau keluarga tidak mendukung proses penyembuhan.

    Luar biasa ya penanganan di RS Kasih Ibu, sampai dilakukan asesmen ke rumah pasien. Ini betul-betul pelayanan prima.

    BalasHapus