Waktu menunjukkan pukul 11.30, saat mbak Winda asistenku mengetuk pintu dan masuk ke ruang kerjaku. Diletakkannya se-bundel berkas “MR” (medical record). Ku amati sepintas cukup tebal, berarti client yang sudah lama. Di halaman pertama MR terdapat selembar surat rujukan dari teman sejawat seorang ObsGyn (ahli kandungan). Ku baca dengan seksama, isinya menerangkan identitas client, diagnosis penyakitnya dan permohonan penanganan lebih lanjut.
Kemudian ku minta mbak Winda untuk mempersilahkan si client masuk ke ruanganku. Beberapa detik kemudian masuklah seorang perempuan berpenampilan rapi, memakai celana panjang berwarna coklat muda, memakai gaun batik berwarna ungu dengan corak kembang2. Sebut saja nama dia “Bunga”. Dari keterangan surat rujukan tertulis usianya 21 tahun, pekerjaan Mahasiswi (masih kuliah) dan beralamatkan di kota ini juga. Dengan diagnosis “PID “. Sambil tersenyum manis mbak Bunga mengucapkan salam, dan kubalas salamnya sekalian berjabatan tangan. Sambil berbasa-basi mengenai cuaca hari ini, ku amati penampilan mbak Bunga. Kesannya dia tidak kesakitan, bahkan tingkah lakunya terlihat sangat wajar, kontak dan pengertian yang baru terjalin bisa dipertahankan dan berlangsung kondusif. Selintas hidungku mencium aroma wangi parfum yang lembut..hmmm…kayaknya parfum yang mahal dan ber merek nih….Kemudian pembicaraan beralih ke masalah yang dihadapinya.
Mbak Bunga belum menikah, masih kuliah semester VII di suatu fakultas di Universitas yang cukup terkenal di kota ini. Dia mengeluh sudah satu bulan mengalami rasa tidak nyaman (discomfort) di perut bagian bawah. Tadinya dia pikir karena gangguan Haid belaka, dimana sering mengalami keputihan (fluor albus) beberapa hari setelah haid berhenti. Tetapi ternyata sampai 10 hari pasca Haid, keputihan tersebut tidak mereda, bahkan semakin banyak, dibarengi dengan rasa gatal, panas dan nyeri di area sekitar kemaluan dan perut sebelah bawah. Mbak Bunga kemudian berobat ke dokter terdekat dan dinyatakan menderita penyakit infeksi vagina “Vaginitis”, mendapat resep antibiotika dan analgetika yang kuat.
Setelah diminum selama tiga hari memang keluhan mereda,namun dua hari kemudian kambuh lagi, bahkan disertai dengan rasa nyeri yang amat sangat dan suhu badan yang tinggi. Mbak Bunga kemudian dilarikan oleh keluarganya ke UGD Rumah Sakit tempatku bekerja, kemudian di rawat di bangsal Ginekologi (penyakit kandungan), Setelah dilakukan pemeriksaan Roentgen pelvis, USG lower abdomen, dan pemeriksaan Laboratorium PA (patologi anatomi, PK (Patologi klinik) didapatkan kesimpulan bahwa mbak Bunga menderita Adnexitis (infeksi pada daerah sekitar indung telur dan saluran2nya). Dari hasil lab di temukan beberapa spesies jamur dan kuman. Untuk yang kuman ditemukan kuman jenis Coccus sp dan Neisseriae spesies….atau dikenal di kalangan medis sebagai kuman berbentuk biji kopi.
Jidat-ku berkerut….., mbak Bunga mengaku belum menikah, berarti merupakan kontra indikasi (larangan keras) bagi dokter untuk melakukan “VT” (vaginal thoucher/pemeriksaan dalam melalui vagina) dan pemeriksaan “inspeculo (menggunakan alat speculum / cocor bebek) sehinga informasi yang didapat adalah dengan tidak langsung melakukan pemeriksaan dalam secara fisik ke organ Vagina dan Uterus /rahim).
Yang lebih mengagetkan lagi adalah kuman Neisseriae sp ( kuman berbentuk biji kopi) mayoritas adalah kuman N.gonorrhoe (GO ) , kuman ini termasuk dalam golongan kuman “STD/sexually transmitted diseases/kuman yang ditularkan melalu hubungan sex)atau lebih terkenal sebagai kuman penyakit kelamin, lebih popular lagi sebagai penyakit kencing nanah(kalau pada laki2).
Bukan merupakan tugasku untuk menghakimi mbak Bunga, atau kemudian memandang rendah atau jijik terhadapnya, karena kami memang sudah di sumpah untuk semata-mata menolong dan menyembuhkan dia. Persoalan latar belakang mbak Bunga mendapat penyakit “kotor” seperti ini bagiku hanya sekedar informasi belaka untuk menegakkan diagnosis. Urusan dosa, moral dan sebagainya sementara di kesampingkan dulu, ada pihak yang lebih berkompeten untuk menangani masalah itu. Disamping itu Aku jelas tidak bisa dan tidak pada tempatnya kemudian menuduh bahwa mbak Bunga berbohong, sudah tidak perawan, atau mbak Bunga sudah melakukan sexual intercourse dengan laki / perempuan yang membawa bibit penyakit kelamin tersebut, karena aku (kami) menghargai privacy seseorang client. Biarlah kami memiliki kesimpulan tersendiri terhadap hasil pemeriksaan2 yang telah didapat.
Setelah menjalani pengobatan di RS, plus berobat jalan selama 2 Minggu, ternyata keluhannya belum tuntas 100%, masih dirasakan kemeng dan nyeri di perut bawah. Kemudian dilakukan pemeriksaan USG ulang, hasilnya mbak Bunga penyakitnya berkembang menjadi PID (pelvic inflammatory disases / Penyakit peradangan rongga pelvis), berarti penyakitnya berkembang, dimana infeksi / peradangannya semakin meluas, walaupun infeksi di tempat yang semula sudah teratasi. Dibutuhkan suatu terapi khusus berupa Diathermi (pemanasan dalam) dengan menggunakan alat khusus, guna merangsang proses penyembuhan dengan menggunakan mekanisme non farmakologi (non obat), dimana diharapkan suatu mekanisme imunitas seluler dan humoral akan bekerja lebih efektif untuk mengatasi reaksi peradangan tersebut. Terapi ini membutuhkan waktu sekitar 1-2 minggu, tergantung berat ringannya penyakit.
Mengenai informasi lengkap dan mendetail tentang mbak Bunga, hanya boleh diketahui olehku dan mbak Bunga , karena terikat oleh sumpah dan rahasia jabatan.Yah begitulah teman-teman…sedikit cerita tentang masalah yang “sering” kuhadapi dalam keseharianku.
Kudzu: proprietà e controindicazioni - Cure-Naturali.it
1 hari yang lalu