Jumat, November 20, 2009

Teman Sejawat (TS) dan Ilmu yg (harus) pelit ?

Kemarin malam sepulang mengantar istri belanja ke Hypermart, aku dan istriku “menyibukkan” diri di ruang tengah, sementara anak2 masih meneruskan belajarnya untuk satu jam lagi. Istriku asyik memasukkan data dari flashdisk ke Laptopnya,yah…selalu begitu, semua konsulan yang masuk dan ekspertise (jawaban atas konsul dari hasil pemeriksaan) yang telah dia buat didokumentasikan dalam foldernya. Waktu ku tanya ngapain sih repot2 amat…kan di RS tempat dia kerja juga tersimpan arsipnya, istriku bilang “Yang kusimpan di file RS adalah data dasar dan surat konsulnya aja, kalo ekspertise buatanku hanya kuberikan yang tercetak di lembar pemeriksaan, kalau yang di komputer RS selalu ku hapus”. “Loh…kok kamu hapus Ma…kenapa?” aku balik tanya karena aku sendiri tidak pernah begitu. Dengan santainya istriku jawab” Pa…ilmu itu mahal…kita juga sekolah sampai bisa seperti sekarang dari hasil jerih payah sendiri, banting tulang, makan hati juga di tanggung sendiri…kita sudah mengorbankan waktu kita yang sangat berharga yang seharusnya untuk pendampingan anak kala mereka masih di SD dan SMP …dan itu tidak bisa ditebus maupun di kembalikan lagi, karena sudah lewat, itu semua adalah pengorbanan anak-anak kita, tujuannya apa sih kita capek-capek sekolah lagi…? Buntut-buntut nya kan buat meningkatkan taraf kehidupan…? Makanya aku tidak sembarangan melepas ilmu ku, karena di luar ada Teman Sejawat (TS) kita yang plagiat, suka meniru-niru jawabanku sementara mereka sendiri tidak memiliki kompetensi untuk menjawab, karena mereka tidak menguasai ilmunya…gituuu …lho Pa….” .

Aku terdiam sesaat memikirkan jawaban istriku, sambil menghela nafas “ Hhmm…masa’ sih ada TS kita yang tega begitu…meniru-niru jawabanmu Ma…?”. Sambil tersenyum sabar istriku bilang “ Pa…kalau sudah menyangkut profesionalitas, pasti ada hubungannya dengan upah maupun rezeki, manusia mudah silau, kalap dan mata gelap…mereka berani main kayu dan menusuk dari belakang demi merebut rezeki yang bukan haknya, Aku saat awal-awal bekerja di RS itu, datang dengan membawa ilmu yang masih baru dan gres…aku begitu mudah dan santainya membiarkan TS ku membuka file2 ekspertise milikku…tadinya ku anggap tidak apa-apalah menularkan ilmu yang terbaru kepada mereka yang belum meng update ilmunya, tapi….. apa yang terjadi Pa…mereka mulai terlalu berani menangani konsulan yang bukan haknya dan bukan jatahnya,karena mereka jelas-jelas tidak menguasainya, akibatnya banyak muncul komplain dari si pengirim pasien ke RS ku…walaupun yang tanda tangan bukan aku, tapi tetap aku lagi yang harus memperbaiki jawaban mereka yang begitu amburadul nggak karuan, padahal Papa tahu kan…sekali pemeriksaan dengan alat MRI (Magnetic Resonance Imaging) membutuhkan biaya hampir 2 juta rupiah, kasihan pasiennya, karena mereka harus mengeluarkan uang sedemikian besar tetapi memperoleh jawaban yang ngawur, akibatnya tindakan yang di ambil oleh si pengirim jadi keliru juga”. Aku tercengang…” Ooh…sampai gitu ya Ma…”. Isriku meneruskan “ iya Pa….aku yang kalang kabut akhirnya…harus mengulangi dan memperbaiki lagi..dan aku nggak dapet duit…duitnya masuk ke rekening TS yang njawabnya amburadul itu..apa bukan kerja rodi itu namanya…? Sekali dua kali nggak apa2 lah…tapi kalau terus2an…No Way…!” Kulihat wajah istriku begitu bersemangat dan tampak begitu jengkel. Ku tunggu sampai suasana agak tenang…., kemudian istriku melanjutkan “ makanya semua data2 dan ekspertise milikku ku hapus dari file RS, lebih baik kusimpan di laptop rumah dan ku burn di CD, sewaktu-waktu di butuhkan aku masih punya dokumentasinya”.
Aku benar-benar nggak mengira kalau situasinya seperti itu, selama ini ku kira istriku bekerja dengan tenang2 saja, ternyata dia mengalami juga situasi yang tidak mengenakkan berkaitan dengan TS yang terlalu berani dan tidak menyadari keterbatasan kemampuannya …hanya demi mencari rezeki yang bukan haknya.

Aku jadi teringat dengan postingnya Cah Bontot (Pelit amat sih?), memang beda kasus dan situasinya, buat ilmu2 yang menyangkut profesi kayaknya kita memang harus pelit, tapi kalau sekedar memberi informasi dan sekedar pencerahan memang tidak masalah kita memberikan dengan Cuma-Cuma.Lantas sebaiknya bagaimana kita bersikap ya…? Kita semua tahu sekolah itu mahal, makanya ilmu yang diperoleh juga mahal harganya, mungkin kalau kita memberikan “sekedar “ pengetahuan bagi orang awam memang tidak masalah, karena justru kita memberikan pencerahan kepada mereka.
Hidup memang penuh perjuangan yaaa….?

20 komentar:

  1. hareee...kayaknya pertama nih...

    kalau kasusnya seperti itu adakalanya kita harus sedikit "pelit" dengan ilmu, apalagi terhadap orang yang suka mengklim hasil keringatnya sendiri padahal plagiat punya orang...

    BalasHapus
  2. jangan ikutan pelit dong ..ha..ha. jelas yg salah sistem kerjanya bkn pada niat/misi menyebar ilmunya .. dan ini bkn tugas bini-mu memang tp si manajer RS yg ketoke perlu sekolah maneh .. atau kalau dia nggak mau, bisa konsul aja ke aku gratisssss kok .. he..he.
    Salam buat BJ-mu yo ..yen iso mbagi ilmune koyok fotone pas blonjo xi..xi..xi
    PS: biarkan TS nya jd plagiator nanti lama2 kan konangan mana emas mana loyang, tips lainnya terus up gratde + up date ilmune shg si plagiator makin kepontal2 ..atau bermain diwilayah dimana si plagiator nggak mungkin ngejar.. salah satunya adalah di wilayah penelitian.. disitu fulusnya jg OK lho selain bisa ngasah ilmune terus & bikin jejaring dg para experties nasional/internasional .. wis kedawan ora sido PS ki ..tapi PP pesen panjaaaang ..xi..xi..

    BalasHapus
  3. @Rizal: itulah akhirnya sikap yg diambil my Bj...sebenarnya g' enak rasanya, tp mau gmn lg?

    @ Top Bon: mslh ini udh di laporkan ke 'atas'...dan jawabane: yah sdh gpp, kasiyan 'dia' kan jg pengin 'pegang' MRI...apalagi udh lama disini, kalo ada kliru2nya tolong di perbaiki, anggap aja sbg 2nd opinion ekspertise.
    Hehe....piye Top..manajemen apa itu? Gaya solo ya..? Hahaha...Bj ku cm njawab dlm hati.,kangkrengane....!

    BalasHapus
  4. hehehe,... dalam situasi seperti itu, nyonya ndansrex melakukan tindakan yang benar sampai keadaan normal kembali hahaha,...

    BalasHapus
  5. oh para dokter...betapa kami begitu tergantung dan manut padamu...kami bener-bener pasrah bongkokan...

    BalasHapus
  6. @BonGJovi: yah...saat ini memang itulah tindakan/sikap yg diambil, mengingat blm ada peraturan yg tertulis jelas...tx u

    @mb Ernut: oalah mbak...kok jd begincu...eh begitu...hehe...ini cuma ulah 'oknum' plagiator yg kebetulan TS kok....

    BalasHapus
  7. diblondroke sisan to yen dikandani ora gelem .. kasih fake data.. biarkan dia yg koar2 ngeklaim ..nah kalau sdh ketahuan keliru diembat sisan ..ben klepek2 itu disebut "jurus mangku durjono" kalau atasane ketoke trmsk gaya "manager nggapleki" xi ..xi..

    BalasHapus
  8. wah wah.. kayaknya tante Srex bener deh ndan... dari alesannya2 itu saya setuju. yaa bahaya banget kalo nyangkut masalah KEJiWaAn ditangani sama TS yang bukan keahliannya.

    tapi aku jadi mikir nih, ilmu sejalan dengan ekonomi juga yaaah hahahahaha... u know lah Ndan...

    BalasHapus
  9. ilmu religi , cuman itu yang "wajib"diajarkan dan wajib untuk menyebarkannya walau hanya satu kata, selainnya itu 'suka-suka" kitalah.

    BalasHapus
  10. @Top: hehe...kayaknya menarik juga tuh idenya...skalian dikerjain skalian ya....ben gelem sinau dewe nek ora pengin kejeblos, nggak bisa cari ilmu model instan ky gitu.,tx

    @sweet duck: tx support yaa....
    Ilmu memang merupakan 'kekayaan intelektual'...punya nilai ekonomi tinggi duck...makanya harus dijaga...gitu loh...

    @mas Tri: setuju mas....ibadah n dakwah sangat penting dan itu cuma2...harus ada keseimbangan dunia dan akhirat.
    Tx yo...

    BalasHapus
  11. saluuutt...bwt c tante...what an expert woman...aku setju sm tante srex,memang semua alsan'y logis qo..t'nyata itulah yg terjadi disekeliling kita y..terutama dibidang kesehatan, bgmna klo di bdang pendidikan y..hehehe..ada ga ya hal2 semacam itu terjadi??wish that i could be kind of a professional woman like that..

    BalasHapus
  12. pada dasarnya, mencari rejeki tentu boleh- boleh saja...

    yang penting, mencari rejeki itu memang tetap harus diseimbangkan dengan profesionalitas... jangan semata- mata mengejar materi sementara hasil kerja yang diberikan "sekedarnya" atau bahkan melanggar aturan.

    tentang ilmu, aku sendiri berpendapat... tak perlu terlalu kuatir berbagi ilmu. jika kita sendiri terus menerus belajar, maka kita tak akan tersisih. kompetisi, asal sehat, adalah hal yang baik.

    yang ngga baik memang kalau demi mengejar materi lalu apapun dihalalkan, cara apapun dibolehkan... -- bisa rusak dunia kalau seperti ini...

    salam, d.~

    BalasHapus
  13. pada dasarnya, mencari rejeki tentu boleh- boleh saja...

    yang penting, mencari rejeki itu memang tetap harus diseimbangkan dengan profesionalitas... jangan semata- mata mengejar materi sementara hasil kerja yang diberikan "sekedarnya" atau bahkan melanggar aturan.

    tentang ilmu, aku sendiri berpendapat... tak perlu terlalu kuatir berbagi ilmu. jika kita sendiri terus menerus belajar, maka kita tak akan tersisih. kompetisi, asal sehat, adalah hal yang baik.

    yang ngga baik memang kalau demi mengejar materi lalu apapun dihalalkan, cara apapun dibolehkan... -- bisa rusak dunia kalau seperti ini...

    salam, d.~

    BalasHapus
  14. Santet aja om, TS kayak gitu jangan dikasih hati! Xixixi....

    BalasHapus
  15. @mymai : hehe, ya begitu itulah istriku mai...kukira siapa aja kalo berhadapan engan situasi seperti dia enggak akan tinggal diam...ya nggak mai...?
    eh, ada salam dari tante buatmu....tx u

    @mb Dee: Betul mbak...pendidikan berkelanjutan itulah yang selalu kami tempuh, demi meningkatkan profesionalitas. Cuma masalahnya ada aja oknum yg nggak mau bersikap profesional...itu yang bikin blunder....memang oknum2 macam gitu lah yg sering merusak tatanan....tx yaa....

    @Anonim : wow !...aku ngerti santet, tapi aku tidak suka dan benci para pelakunya dik.....bukan solusi yang intelek.
    tx u.....

    BalasHapus
  16. begitulah realita di dunia kerja Mas, banyak yang suka jalan pintas tanpa manghargai hak orang lain, ini hanya masalah etika, dan saya kira mereka belum memahaminya ..

    BalasHapus
  17. @mrPsy : yes mas..! Realita yg menyebalkan, orang2 oportunis yg suka 'ndompleng', ambil jalan pintas...pancen ora duwe etika tenan....

    BalasHapus
  18. Ilmu memang mahal harganya...betul apa kata tante, lebih baik ts sekolah lagi ajah biar ngga nyontek n keliru...
    Tante orangnya tegas n keras juga ya Om....mantaap...hahahahaha

    BalasHapus
  19. maz...tante orangnyah sabar tp tegas yach..kalok ilmukuh gak adah yg mau...ruwet wet..wet maz srex jelex... xixixi,aw!

    BalasHapus
  20. @sweety: ilmu-mu apa si..?
    Siapa tahu aku mau....xixixi..

    BalasHapus