Kamis, Oktober 22, 2009

Si Biyung….bedinde-ku

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita tidak lepas dari peran seorang “pembantu rumah tangga / PRT” atau dalam beberapa istilah di sebut sebagai “bedinde” atau “pramuwisma”. Kebanyakan memang mereka perempuan, ada yang masih berusia muda dibawah 20 tahun , ada juga yang sudah di atas 40 tahun.
Kali ini aku mau menceritakan tentang pembantuku yang sudah ikut keluarga kami sejak kelahiran anak pertamaku 15 tahun yl. Nama aslinya “jumini”, tapi kami biasa memanggilnya dengan sebutan “Biyung”…yang artinya “ibu” dalam bahasa jawa-ndeso. Dia seorang Janda yang di tinggal mati suaminya sejak 20 tahun yl, mempunyai anak laki-laki satu tetapi sudah pergi merantau (katanya) dan sampai saat ini tidak ada kabar beritanya. Saat anak pertamaku lahir dan cuti istriku habis, kami kemudian mencari pembantu untuk merawat bayi, karena saat itu tugas Puskesmas mengharuskan kami bertempat tinggal di rumah dinas Puskesmas yang kebetulan berlokasi di desa pelosok yang terletak di kaki G.Telomoyo. Berkat pertolongan dari Bu Lurah setempat kami di tawari seorang calon pembantu perempuan, sudah punya anak tapi sudah besar, suami meninggal, berusia sekitar 45 tahun, tidak ada tanggungan keluarga, biasa di panggil dengan “Biyung” Wah….cocok nih…! Kami sangat senang dan meminta supaya mbok Jumini datang dulu kerumah.

Dua hari kemudian Biyung datang….kami sangat terkejut melihat kondisinya…begitu kurus, dekil, kulit legam terbakar matahari,ber-kebaya butut dengan mulut tak henti2 nya nyusur/nginang daun sirih.
Saat kami ajak ngobrol, dia tidak mengerti bahasa Indonesia, sementara aku sendiri belum fasih berbahasa Jawa saat itu, Parahnya lagi dia tidak mengenal atau tidak mengerti tentang Listrik, maupun kompor Gas. Ternyata selama ini Biyung tinggal di gubuk beralas tanah dan berdinding anyaman bambu di desa “Gedok” yang merupakan desa yang paling terpencil, akses kerumahnya hanya bisa dengan sepeda motor, itupun denga resiko tergelincir jatuh ke Jurang dengan kedalaman puluhan meter, Tukang ojek saja menolak bila ada job ke desa itu, pilihan lain ya dg lawalata (jalan kaki). Tidak heran dia hanya mengenal lampu teplok, senthir dan obor beserta minyak “liun”….tahu nggak, setelah seminggu aku baru tahu kalau minyak liun itu adalah minyak tanah…xixixi….
Memasak dan sebangsanya menggunakan tungku di pawon, dengan bahan bakar biji/bunga pinus…Biyung memang selama ini mencari nafkah dengan mengumpulkan bunga cemara-pinus untuk dikeringkan dan di jual di pasar desa terdekat untuk ditukar dengan jagung dan ikan asin. Jagung tersebut akan di giling untuk dibuat nasi jagung. Ikan asin biasa dia beli jenis “peda”. Cara menggoreng peda juga beda, dia bungkus dahulu dengan daun Jipan/labu siam baru di goreng atau di masukkan ke dalam abu yang panas…setelah masak, daun labu tersebut di kelotok dari ikan asinnya dan dia makan sebagai lauk, sementara ikan asinnya di simpan di toples dulu, untuk dimakan menyusul kemudian, supaya hemat katanya….Mengenaskan…tetapi justru aku sampai sekarang jadi ikut menyukainya,menggoreng ikan asin peda dengan dibungkus daun labu siam dulu..hehehe…

Butuh waktu 1 bulan supaya Biyung mengerti tentang peralatan listrik beserta bahayanya, dia begitu terheran-heran dengan rice cooker yang bisa memasak nasi dengan cepat dan mudah walaupun dia tetap menganggap memasak nasi cara kuno rasa nasinya lebih sedap..hahaha…Begitu juga dengan mesin cuci, dia heran kok bisa sekaligus memeras cucian sehingga tinggal diangin-angin sudah kering…. Tetapi tetap dia kritik juga kalau nyuci dengan tangan lebih bersih….ya udah…..kami tertawa aja….begitu juga dengan kompor gas….dia begitu kagum melihat cepatnya memasak, dia bilang “kompor kok iso murup dewe…?” dia paling kagum meihat betapa cepatnya aku mendidihkan segelas air untuk membuat kopi…tapi itupun tidak luput dari kritik dia bahwa masakan dengan kompor gas kalah sedap dibanding memasak dengan tungku dan kayu bakar, katanya “ langkung eco masakan ngangge pawon”……aseemm tenaaan……mau kubantah juga percuma, wong selama ini aku juga ngak pernah punya pawon…hehehe
Begitu juga dengan “Blender”, yang menurutnya cepat buat menggiling bumbu tapi nggak bisa buat ngulek sambel terasi dan sambel kosek (cabe rawit,bawang putih dan garam doang diulek)….ya udaah…kami akui dia benar….Cuma satu alat yang dia kagumi dan tidak di kritik…yaitu setrika….karena kalau aku melihat baju yang dia kenakan selama ini banyak bolong2nya karena kena percikan api setrika arang atau mungkin kepanasan apinya..hahaha…..akhirnya dia mengakui juga kalau ada satu alat modern yang hebat menurutnya….yaitu setrika.
Biyung memiliki watak yang keras, jujur dan lugu, dia tidak segan-segan protes apabila ada sesuatu yang menurutnya tidak benar, bahkan beberapa kali dia marah sama aku manakala aku lagi memarahi anak2 karena nakal, dia benar2 sangat membela anak2...aku yang sering terkejut kalau dia mengingatkan sbb; " sing namine lare menawi nakal nggih lumrah, njenengan niku sing sepuh kedah mangertos ! (yang namanya anak, kalau nakal itu ya lumrah, anda yang sebagai orang tua harus bisa mengerti!)
Yaah....ak banyak belajar dari Biyung, walaupun dia orang tidak bersekolah, tetapi norma2 pendidikan budi pekerti dan sosial dia menjiwai benar. Pernah anakku berantem dengan anak tetangga, saat orang tua anak tersebut datang ke rumah malah si Biyung yang menghadapi sambil mmbawa arit/sabit....hehehe....lagaknya mau membersihkan rumput halaman rumah, tetapi si orang tsb tersebut ngeper, takut juga dan ngeloyor pulang tanpa pamit...hahaha.....
Saat ini Biyung sudah tidak bekeja lagi padaku, karena merasa sudah tua dan tidak kuat lagi juga enggak mau ikut kami pindah ke Solo, dia mau menghabiskan sisa hidupnya di rumah dan didesanya. Sekarang rumahnya sudah bagus, terpasang listrik PLN, memakai kompor gas, rice cooker-magic jar, blender dll…pokoknya sekarang dia memakai peralatan yang serba listrik deh, uang tabungannya selama 15 tahun bekerja masih cukup untuk membeli kambing dan ayam untuk dia pelihara sebagai hiburan dan mata pencahariannya.
Kami sekeluarga Lebaran kemarin main kerumahnya, walaupun harus berjalan kaki, naik-turun bukit selama 3 jam. Betapa senangnya Biyung menyambut kedatangan kami….dan hebatnya, dia sengaja memasak masakan khas lebaran di kampungnya seperti “ketupat, dendeng kelem, opor ayam dan sayur nangka muda” dengan menggunakan api tungku pawon…..dan….kali ini setelah 15 tahun, akhirnya aku mengakui….bahwa masakan Biyung dengan menggunakan api tungku pawon memang benar terasa lebih lebih sedap…xixixi…..
……Yung….kudoa’kan semoga sampeyan sehat-sehat saja yoo….kami serumah selalu kangen Biyung…..*hikz…

31 komentar:

  1. salut saya...
    kedekatan tiap hari seakan menjadi satu ikatan kekeluargaan, memang dan kita belajar banyak dari tulisan semacam ini... nuwun banget, ada sisi lain karena selama hidup saya belum pernah punya pembantu ...

    BalasHapus
  2. subhanallah... ternyata ind ini maha luas yah, masih ada yg belum kenal listrik. syukurlah sekarang udah biyung udah maju yaah..

    btw, pawon tuh apa sih, ga ngerti istilah2 jawa nihhhh hehe

    BalasHapus
  3. di propinsi saya aja masih ada ko yang belum masuk listrik...boro boro mau nambah listrik ke kampung yang di kota aja mati mati trs...

    tulisannya mengandung arti yang dalam sob..salut berkarya trs anak bangsa

    semangat baru kita songsong maju indonesiaku dami tentram sejahtera

    BalasHapus
  4. di propinsi saya aja masih ada ko yang belum masuk listrik...boro boro mau nambah listrik ke kampung yang di kota aja mati mati trs...

    tulisannya mengandung arti yang dalam sob..salut berkarya trs anak bangsa

    semangat baru kita songsong maju indonesiaku dami tentram sejahtera

    BalasHapus
  5. Saya jd terharu membacanya...15 tahun wktu yg lama mgkin beliau sdh di anggap keluarga sndiri ya...

    BalasHapus
  6. kesederhanaan dalam ketegasan bersikap menjadi pelajaran berharga, kita tak pernah tau dan tak pernah menduga dari sosok yang sederhana tersimpan mutiara yang sebagian orang sering membiarkannya....

    salut buang ndansrex...
    hari ini saya banyak belajar dari tulisan ini...

    BalasHapus
  7. sori salah ketik maksudnya "salut buat" bukan bunag"....haa..haa..

    biasa kurang kehati-hatian dan mungkin juga faktor usia...xixixi.....

    BalasHapus
  8. air mataku meleleh ndan moco tulisan iki,....apik tenan.

    BalasHapus
  9. @mas SarDen; betul mas, biyung sudah seperti 'nenek' nya anak2, walaupun mereka udah gedhe2 tetap sayang dg biyung...dia juga saksi sejarah awal kami berkeluarga. Tx u
    @ducky: 15 tahun yl emang bgt keadaanya.,tapi sudah 5 tahun ini listrik menjangkau desa biyung.
    Tx u
    Ps: pawon itu dapur berlantai tanah dg tungku kayu bakar.

    @Bunga: negara kita sangat luas dan terpencar, nggak heran bila blm semua daerah terjangkau listrik. Trims ya..

    @Jingga; bgt lah mas, biyung sdh menjadi keluarga kami...tidak lebih tak kurang..tx u mas

    @Rizal: betul sekali mas...kita tdk bs menilai begitu mudah ttg seseorang manakala belum mengenalnya dg begitu dekat...termasuk pasangan hidup kita tentunya ya...?
    Makasih mas..

    BalasHapus
  10. @Bong, itu sekelumit kisah keluargaku...'memanusiakan manusia.'
    Tx bong...

    BalasHapus
  11. kisah mengharukan tentang si Biyung...hanya saja, setrikaan listrik itu tetap bisa dikritik lho Yung!: kaluk kita meleng saat menggunakan setrikaan jago paling baju kita bolong sithik kena cipratan areng, tapi kaluk melengnya saat pake setrikaan listrik bolongnya tidak sepercik, tapi seluas hp nokia E90 dijejer tiga hahaha...

    BalasHapus
  12. hari ini... keluarga kami juga sedang bahagia sekali... setelah libur panjang sebulan sejak lebaran kemarin, asisten rumah tangga kami yang sudah ikut kami sejak seabad lalu (mulai deh melebih-lebihkan... ha ha ha, tapi, dia ini memang ikut ibuku dulu, lalu ikut aku sejak aku menikah hingga hari ini... ) sudah datang...

    hayaaahhh... sebulan tanpa-nya, ritme hidup di rumah memang berubahhhhhh... walau ada asisten lain, tapi ngga ada yang se-multi tasking dia.

    dan... ha ha ha, kita senasib, asisten yang ini juga 'galak', lebih galak dari kita yang punya rumah, hihihihi... tapi... ya begitulah... saat dia libur dan tidak ada di rumah, hwaduuuhhh... betapa menderitanya hidup, ha ha ha ha ha :D


    d.~

    BalasHapus
  13. @mb.Ernut: hehe...jujur aja mbak, biyung pernah lupa ninggal setrikaan menyala di baju dinas ku saat anak menangis, akibatnya hangus dah tu baju..selebar dua B.berry...xixixi.,tx u

    @mb.D~: pancen bener dah...kalo punya anak yg masih balita apalagi bayi...wah..orang2 seperti biyung merupakan andalan kita...susah rasanya kalo mereka cuti lebaran...
    Btw, bedinde mb.D setia juga ya...
    Tx mbak...

    BalasHapus
  14. salam hangat!

    semoga ksehatan selalu menyertai kita..!

    BalasHapus
  15. memang kemajuan jaman sangat mempermudah segala hal, terutama masalah waktu .. tapi harus diakui cara2 tradisional juga memiliki nilai lebih, salah satunya warung kopi yg menggunakan tungku arang,rasanya lebih nikmat
    PS: salam buat Bu Biyung ya

    BalasHapus
  16. @Cangkir Teh; tx...dah mampir...salam sejahtera.

    @mrPsy: kemajuan tech memang lebih mempersingkat proses dan menghemat energi...tapi kerugiannya pada soal 'taste n art' mas...dikorbankan.
    Contohnya masak ikan bakar, rendang, gulai, mengolah kopi....yg menggunakan cara tradisional tetap lebih nikmat dan malah harga jualnya jauh lebih mahal...!
    Classy n exotic..
    Tx u

    BalasHapus
  17. iyung orangnyah baek yach?
    pembantu ky yung jarank adah, maz srex jelex mo iyunk y msh muda? pinter bkin kuweh..? xixixi.....aw!

    BalasHapus
  18. sepitless.. *ngeluyur dan menenangkan diri, fiuuh. suka dengan memanusiakan manusia, tepat yang dikatakan superteman saya..*

    BalasHapus
  19. @sweety: hehe...manaaa orangnya...?
    @poet; hmm....tengkyu, kukira sudah layak dan sepantasnyalah poet....*snif..

    BalasHapus
  20. btw .. salam kenal aja..

    BalasHapus
  21. Wah mas beruntung sekali ya punya hubungan sedekat itu dengan bedinde. Dulu opung saya jg punya bedinde yg sdh ikut puluhan tahun -- alias sejak papi saya masih sd sampai sudah ada kami anak-2nya. Dia sampe blg gini, "Ini dulu bandel banged ini waktu kecil...sekarang sudah kawin bla bla.."
    Ketika sudah aga tua,dia ikut kerja di rumah bou saya, lalu kerja jg sampe lama di sana. Akhirnya saat sudah renta, dia permisi pulang ke kampung. Tak lama, ibu itu hadir dalam mimpi bou saya, dia berpamitan pergi... ternyata besoknya datang kabar, dia telah meninggal. Seluruh keluarga besar kami tentunya sedih dan melepas kepergiannya laksana keluarga (bou saya jg datang ke kampungnya), apalagi semua saudaraan kan dari kecil diurus sama dia....
    Hebad sekali klo pernah punya pengalaman seperti itu mas.
    Even si biyung itu cerewet, tp hatinya lugu dan polos2 saja ya, baik hati....

    BalasHapus
  22. hebat...jaman sekarang sulit nyari yang seperti itu, kebanyakan dari kita dan mereka (pembantu) sudah tidak lagi terikat hubungan layaknya keluarga seperti Om dan Biyung...
    luar biasa !!
    btw: memang memasak dipawon hasilnya lebih sedap lho...hehehehe

    BalasHapus
  23. waduuh ..biyung itu yg dulu pertama kali ketemu di pager gunung di rmh dines puskesmas yo Srex... yg ikut mandiin Tegar ama anakku Lia ...he..he.. wah awet tenan gelem melu kowe ..berarti wonge emang ndableg tenan ..lha wong ndoro ne koyo ngene sih betah .wkwkwkwkwk

    BalasHapus
  24. saya pernah menulis juga ttg 'orang ketiga' yg membahagiakan ini mas.. (mskpun juga kadang menjengkelkan). Tp jasanya tetep sangat membantu kita. Kalo di tempat saya mgkn sdh ikut saya sekitar 7 tahun. Waktu yg ga sedikit..

    BalasHapus
  25. aku pernah sekali pergi ke "Gedok" waktu itu jalanan naik turun, batu2gedhe2 dan tajem2...gak tau deh kl sekarang2 ini, tp begitu sampai di desanya....hawanya segeeeer beneeerr

    btw emang bener masakan lebih enak kalau pake pawon drpd pake kompor minyak/gas :)

    BalasHapus
  26. @Ali ; tx bro...salam kenal juga ya..

    @mb Zee; wah..menarik juga riwayat bedinde di keluarga mbak yaa...sampe 3 generasi kayaknya...nggak heran udah jd bagian dari keluarga...demikian jg si biyung...tx u

    @mas Fer: he-eh mas...jaman sekarang 'PRT' udah pinter2, mereka udh 'komersil' banget, gampang keluar/brenti n bosan-an...sulit cari yg kayak biyung...
    Btw, masak di pawom emang asyik...ada sangit2 nya gitu loh...apalagi masak rendang pake kayu bakar.,wow..! Mantapz...tx u

    @Topbontot: ya itu orangnya...hahaha...dia betah ikut aku sampe sekian lama..mungkin karena agak mirip sifatnya...atos..ceplas-ceplos...nekat-an...n.,ndableg..!!...hahaha...dia masih ingat kamu sekeluarga loh...
    Trims...

    @Iniaku/ Elyana: hoho...pernah ke 'gedok' juga ya...jalannya sulit, tapi pemandangannya...wah..wah...minta ampun indahnya...bukit, lembah, jurang, pohon2 pinus...sejuk n segar udaranya...bikin kangen.
    Tx ya...kapan main ke tempatku di kopeng?

    BalasHapus
  27. @mb Medy: aku kayaknya udah baca jg artikelmu itu mbak.
    Sebenarnya kan kita yg 'butuh' mereka...asal kita bisa mendidik dan 'ngemong' juga nguwongke mereka...biasanya awet dan betah ikut kita sampe lama... Tx ya..

    BalasHapus
  28. hmm paling aku pulkam desember om...seru juga kayaknya main ke kopeng, nti aku contact deh...

    BalasHapus
  29. hubungan juragan-mbok biyung bisa harmonis dan penuh kekeluargaan serta kasih sayang itu mestinya bisa menjadi panutan keluarga2 yang lainnya.

    tulisan dedikasi untuk mbok biyung yaaa, mantabbbb!

    BalasHapus
  30. @iniaku/ely : ok sist....kutunggu deh kabar selanjutnya...yg penting..keep blogging lah....hehehe, tx

    @Trimatra: iya mas....didedikasikan buat "biyung"....walaupun dia nggak ngerti internet nggak masalah...tx ya mas...

    BalasHapus